Pernahkah kita merasa telah melakukan banyak ibadah, namun hati ini tetap terasa kosong? Atau bertanya-tanya, mengapa doa kita tak menembus langit? Mengapa hati tak tenang meskipun sudah rajin shalat, bersedekah, bahkan berpuasa sunnah?
Bisa jadi jawabannya ada pada satu kata ikhlas.
Dalam Islam, diterimanya amal bukan hanya soal kuantitas berapa banyak rakaat yang kita kerjakan atau berapa juta yang kita sedekahkan namun lebih kepada kualitas hati saat kita melakukannya.
Dan ikhlas adalah inti dari kualitas itu.
Dalam pembukaan kitab Arbain Nawawi, disebutkan sabda Nabi ﷺ yang menjadi pondasi dalam beramal:
“Sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya, sedangkan setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan yang diniatkannya. Maka, barangsiapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barangsiapa yang hijrahnya kepada dunia yang ingin diraih atau wanita yang ingin dinikahi maka hijrahnya kepada apa yang dia berhijrah kepadanya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Lalu Apa Itu Ikhlas?
Ikhlas Secara Bahasa dan Istilah
Secara bahasa, ikhlas berasal dari kata khalasha, yang berarti murni atau bersih dari campuran.
Sedangkan secara istilah, ikhlas adalah memurnikan niat hanya untuk Allah dalam setiap amal.
idak untuk manusia. Tidak untuk dunia. Tidak untuk pujian.
Ciri-Ciri Orang yang Ikhlas
- Ia tetap beramal meski tidak ada yang melihat.
- Ia tidak kecewa jika amalnya tidak dipuji atau diketahui.
- Ia tidak membanding-bandingkan amalnya dengan orang lain.
- Ia tidak mudah futur karena amalnya tidak dihargai.
Dalil Al-Qur’an Tentang Keutamaan Ikhlas
Allah ﷻ berfirman:
“Mereka tidak diperintah, kecuali untuk menyembah Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya lagi hanif (istikamah), melaksanakan salat, dan menunaikan zakat. Itulah agama yang lurus (benar).” (QS. Al-Bayyinah: 5).
Selain itu, dalam hadis yang sudah kami jelaskan diatas jika semua amal itu tergantung niatnya, jadi jika niat ibadah hanya untuk Allah maka itu termasuk dari ikhlas.
Mengapa Ikhlas Menjadi Penentu Amal Seorang Mukmin?
1. Ikhlas adalah Syarat Diterimanya Amal
Amal bisa jadi terlihat besar di mata manusia, tetapi tidak bernilai di sisi Allah bila dilakukan karena dunia.
“Siapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, pasti Kami berikan kepada mereka (balasan) perbuatan mereka di dalamnya dengan sempurna dan mereka di dunia tidak akan dirugikan. ” (QS. Hud: 15)
2. Tanpa Ikhlas, Amal Bisa Menjadi Petaka
Dari Abu Hurairah RA, ia mengatakan bahwa pernah mendengar Rasulullah ﷺ pernah bersabda tentang tiga golongan yang pertama kali masuk neraka:
- Orang yang mati syahid karena ingin disebut pemberani.
- Orang yang berlajar Al-Qur’an dan mengajarkannya tapi hanya agar disebut orang alim.
- Orang dermawan yang bersedekah agar disebut dermawan.
“Lalu Allah berfirman kepada mereka: ‘Kalian berdusta. Kalian beramal bukan karena-Ku, tapi agar dipuji manusia. Dan kalian telah mendapatkannya.’ Lalu mereka diseret ke neraka.”
3. Ikhlas Menguatkan Amal, Bukan Melemahkannya
Orang yang ikhlas tidak akan mudah lelah dalam berbuat baik.
Karena amalnya bukan untuk dilihat manusia, tetapi untuk menghadap Allah.
Ia istiqomah, meski tidak dipuji. Ia terus berbuat baik, meski dicela. Ia merasa cukup karena Allah tahu, walau dunia membisu.
Ikhlas Adalah Jantung Ibadah
Tanpa ikhlas, amal hanyalah gerakan. Tanpa ikhlas, ibadah hanyalah rutinitas. Tapi dengan ikhlas, amal kecil bisa menjadi sangat besar di sisi Allah.
Karena itu, sebelum kita memulai amal—sholat, sedekah, dakwah, bahkan menulis konten seperti ini—tanyakan pada diri sendiri.
Semoga kita termasuk orang yang ikhlas dalam menjalankan amalan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Dan ibadah bukan karena embel apapun, tapi karena ingin mengharap ridha Allah SWT.
Wallahu a’lam.